Postingan

Surat Untuk Anakku #2

Gambar
 Dear, Habib.. Umi belakang sering dimimpikan dengan pemandangan indah yang tidak pernah Umi lihat sebelumnya, di dunia nyata. Umi enggak tau apa arti dari mimpi-mimpi itu. Apakah akumulasi dari doa, keinginan, atau? Entahlah.. Tapi cukup membuat Umi seakan sedang travelling ke tempat yang indah. Beberapa hari yang lalu, kamu juga hadir dalam mimpi. Datang ke rumah Umi. Dan kita jalan-jalan ke pantai, destinasi favoritmu tiap liburan tiba. Meski hanya mimpi, seakan-akan itu sudah cukup mampu mengobati rasa rindu yang teramat dalam. September lalu, genap setahun kita tidak bertemu lagi, Sayang. Umi rindu banget! Alhamdulillah, selama setahun ini, Umi banyak belajar dari perpisahan kita. Dari komunikasi kita yang 'terpaksa' dibatasi. Umi sudah tidak mau membenci lagi, seperti yang pernah Habib nasehati dulu, "Kalau kita benci dengan orang, Allah marah!" Nyatanya memang, membenci tidak membuat kita serta merta damai dan terbebas dari masalah. Justru menambah masalah baru

Surat Untuk Anakku #1

Gambar
 Banda Aceh, 17 Juli 2023 Dear, Habib. Sayangku.. Hari ini perdana masuk sekolah sebagai anak SD, ya? Umi turut senang. Dengan begitu, Habib saat ini sudah resmi naik tingkat dari TK ke SD. Semoga tetap rajin belajar dan ibadah ya, Sayang. Umi teringat dulu, dulu banget. Waktu sedang dalam rencana menikah. Umi pernah berangan-angan suatu saat nanti, ketika Allah izinkan untuk punya anak, Umi pengen bikin kreasi bekal yang menarik dan lucu agar anaknya doyan makan. Jadi bisa hemat uang jajan. Hehehe..  Umi banyak simpan postingan  ide menu bekal itu di Facebook. Dulu masanya main Facebook. Belum kenal Instagram. Ya karena handphone yang Umi pakai bukan Android. Hehehe.. Jadul, ya. Trus, Umi kumpulkan semua ide-ide kreasi itu di saved post. Penginnya suatu hari nanti bisa Umi praktekkan. Alhamdulillah, dari rencana pernikahan berganti menjadi resmi menikah. Dan Allah berikan Umi bayi yang menggemaskan sebagai putra pertama kami, yaitu kamu.  Saat kamu bayi, hingga mulai MPASI, kebiasaan

Nostalgia

       Belakangan ini, aku begitu rajin melihat notifikasi Facebook Memories . Tidak seperti sebelumnya yang begitu tak peduli bahkan untuk log in ke platform tersebut. Napak tilas beberapa postingan di tahun-tahun sebelumnya yang pernah ku-unggah; status alay, foto semasa kuliah di Medan, beberapa jepretan random, hingga foto-foto saat anak-anak masih kecil. Membukanya kembali di tahun sekarang ini, tentu sangat terasa betapa cepatnya waktu berlalu. Tersadar ternyata usiaku sudah dipenghujung 20an. Anak-anak sudah tidak lagi dibedong dan pakai sarung tangan. Duniaku berubah, tidak lagi di kampus bersama teman-teman; tidak ada lagi kue Natal yang disuguhkan, Kue Bulan khas Imlek, Rendang Padang dan Sambal Ijo, makanan khas daerah lainnya dari teman-teman di circle ku dulu. Tidak ada lagi nongkrong di kantin paling murah di Fakultas Ilmu Budaya, tidak ada lagi obrolan tentang Laoshi yang lagi patah hati karena putus cinta, Hanzi dengan guratan tersulit bahkan untuk teman-teman Chine

Biarkan Musuhmu Menang!

Sore tadi, selepas dari pasar, aku mengambil jeda sesaat untuk duduk mengecek kembali belanjaan apa saja yang sudah terbeli, dan yang lupa dibeli. Isi dompet lebih banyak dipenuhi oleh kertas-kertas daripada uang. Hahaha! Ya, karena sebelum belanja, aku harus menulisnya dulu di kertas kecil. Dan kertas kecil-kecil itu sudah memenuhi isi dompet, saking banyaknya mencatat-catat daftar belanjaan. Kadang yang mau dibelanjakan itu hanya empat item, tapi entah kenapa tidak enak rasanya jika tidak ditulis. Duduk sejenak di saung samping rumah, sambil mencoba hitung berapa pengeluaran hari ini, apakah ada yang lebih atau justru kurang uang kembaliannya. Fokusku terdistraksi dengan notifikasi yang bolak-balik bunyi di handphone sejak tadi.  Tenyata, cukup banyak isinya. Hampir seperti kertas-kertas yang ada di dalam dompet. Notifikasi ini sebenarnya tidak penting. Karena isinya, ya, masih seputar orang-orang yang mencoba stalking akun-akun sosial mediaku dari postingan lawas. Bahkan dari tahun

Second Married is Not Simple

Kalau dipikir-pikir, apa sih yang paling simple dari hidup ini? Bahkan untuk makan saja, butuh waktu dan tenaga untuk mengunyahnya. Setelah itu, tubuh kita melanjutkan tugasnya untuk mencerna, hingga dapat diserap dan tersalurkan ke seluruh tubuh. Sampai ada aturan, "jangan tidur setelah makan." "jangan mandi setelah makan." "jangan makan terlalu kenyang." Dan lain sebagainya. Jadi, memang tidak ada yang benar-benar simple dan bisa dianggap remeh. Begitu pula dengan menikah. Yang bahkan, menikah pertama sekali saja, jika kita mau lebih aware, tentu akan berhati-hati memilih seperti apa pasangan yang kita butuhkan. Tidak mau sembarangan memilih hanya karena kadung jadi budak cinta. Bukankah sudah banyak kuotes yang menasehati persoalan jodoh-jodohan ini? Katanya, jodoh jangan dirisaukan. Sebab ia sudah menjadi urusan Tuhan. Memancing jodoh bukan dengan kepalsuan, nanti akan dapat yang sama palsunya. Dan lain-lain. Konon lagi  single mom seperti saya, jika

Mengapa Kita Tidak Perlu Membalas Luka Dengan Luka ?

Gambar
Kamu mungkin pernah merasakan, ujian kehidupan yang datang melalui manusia. Entah itu dari orang lain maupun orang-orang yang justru kamu cintai. Melalui mereka yang memperlakukan kamu tidak semestinya 'manusia', perbuatannya, perkataannya, atau apapun itu yang pada akhirnya meninggalkan banyak luka dihatimu. Mungkin, diantara mereka, ketika melakukannya, esoknya menyadari dan segera meminta maaf padamu. Bisa saja ketika itu kamu akan dengan sangat berlapang dada memaafkannya. Namun, bagaimana jika 'luka' itu kamu terima justru dari orang-orang terdekatmu, secara berulang-ulang? Haruskah kamupun turut membalasnya dengan perlakuan yang sama? Misal, jika kamu dihina-hina, harga dirimu diinjak-injak, apakah kamu pantas membalas dengan hinaan yang sama? Atau memilih membalasnya dengan sesuatu yang lebih luka? Sini, kita duduk dulu. Tarik nafasmu, keluarkan perlahan. Lakukan berulang sambil mengulang-ulang mantra ini: "Wahai Allah yang Maha Penyayang.. Rangkul hatiku, r

Alasan Dibalik Sebuah Pemberian

Bismillah... Malam ini, sembari menemani Habib yang tadi pagi baru nyampe dari kampung, setelah beberapa bulan gak ketemu. Alhamdulillah kali ini Allah kasih waktu luang dan kesempatan untuk bermalam bersama Habib dan juga tentunya Hannan. Seperti biasa, aku mesti ngadepin cemburuannya Hannan karena tahtanya sementara diambil. Setiba tadi pagi Habib sampai di rumah, Hannan awalnya cuek. Tapi lama-lama caper juga sama Habib. Ngeliat mereka berdua main-main, sampai bobo siang bareng, MasyaAllah... Rutinitas yang dulu selalu kami jalani bertiga, kali ini seperti sedang reuni. Ada rasa rindu pengen Habib disini aja bareng aku dan Hannan. Tapi lagi-lagi, aku mesti ingat bahwa aku harus komitmen dengan keputusanku memberikan hak asuh Habib ke abahnya. Semua demi kemaslahatan Habib, juga Hannan nantinya kalau misalkan (qadarullah) aku duluan 'pamit'. Karena meski sudah tidak bersama abahnya lagi sebagai suami-istri, anak-anak tetap punya hak atas abahnya, begitu juga sebaliknya.  Anak