ACEH, WABAH & TRADISI MEUGANG
Bercerita tentang sakralnya meugang di Aceh, saya teringat saat masa-masa masih menjadi mahasiswa dulu. Ujian akhir semester selalu bertepatan atau berdekatan dengan ramadhan. Sudah pasti, saya akan melewati momen meugang sendirian. Ah, serunya memasak daging bersama ibu, sekaligus belajar mengolah daging dengan bumbu khas Aceh.
Sejak merantau kuliah di Medan, ibu selalu rutin mengirimkan
paket berbagai menu olahan daging lengkap dengan kerupuk dan ikan asin yang
sudah digoreng. Disantap dengan nasi hangat ala anak kost-kostan. Hanya masakan
ibu sebagai pengobat rindu yang bisa saya cicipi di saat momen meugang seperti
ini, meski terpisah jarak—Medan-Banda Aceh, waktu itu.
Lanjut, setelah menikah dan merantau
ke Depok, juga demikian. Hanya bisa meugang dengan seekor ayam saja, itu sudah
terharu rasanya. Mengingat jarak pulang kampung yang jauh, dan tiket pesawat
yang lumayan mahal, ibu juga yang masih sempat-sempatnya mengirimkan paket
olahan daging meugang ke Depok, tidak lupa dengan ikan teri dan ikan asin.
Meugang memang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Aceh, dimanapun mereka
berada.
Meugang itu sendiri merupakan tradisi masyarakat Aceh, yang
sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi ini dimulai sejak
masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu tahun
1607-1636 Masehi, Sultan Iskandar Muda membagikan daging dalam jumlah yang
banyak kepada seluruh rakyatnya. Tradisi meugang menjadi kebiasaan
turun-temurun sampai sekarang, dilaksanakan setahun 3 kali yakni dua atau
sehari menjelang Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Daging meugang tersebut
diolah dan dibagikan kepada yang membutuhkan.
Tradisi meugang tahun ini terasa berbeda bagi kami. Ditengah-tengah pandemi, pasar tetap harus ramai. Serasa ada yang kurang jika tradisi ini tidak dimeriahkan. Kerumunan orang-orang yang berbelanja ke pasar dengan masker dan sarung tangan, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Entahlah, orang-orang Aceh seperti tidak pedulikan apapun itu. Yang mereka ingin, saat meugang, dapur harus wangi masakan, berkumpul dengan anggota keluarga, dan menyicipi hidangan bersama-sama.
Namun sayang, di momen meugang tahun ini, tidak ada
pulang kampung, tidak ada mudik. Menikmati hidangan meugang dengan anggota
keluarga yang tak lengkap. Bertatap muka hanya melalui dunia maya. Semoga wabah
ini lekas pergi dari bumi.
Komentar