Memilih Jodoh Seperti Memilih Skincare




Wait, ini bukan endors skincare, ya..



Kemarin malam, saat heningnya dapur membuat saya merasa diserang rasa kesepian yang teramat mengenaskan dalam sejarah hidup selama 29 tahun, mencoba meningkatkan rasa jumawa yang tak pernah-pernah mau dinaikan. Sebenarnya buat menghibur diri, kuat-kuatin diri sendiri kalau saya mampu selesaikan orderan Kue Telur Gabus sendirian sebanyak 2 kilogram dalam semalam suntuk. Lalu ternyata si sifat jumawa ini kalah dengan adanya warga nyamuk datang lebih sigap menyergap kaki, tangan, sampai wajah saya (Alhamdulillah gak sampai bentol-bentol).

Hah! ternyata tidak ada gunanya juga sok-sok kuat, bestie. Mau tak mau tetap harus selesaikan adonan ini, sebab harus dikirim ke luar kota esok paginya. Tak berakhir sampai di situ, hari ini musti baghai qudha lagi, ngerjain orderan selanjutnya. Oke, sip!


Balik ke cerita tadi malam.

Lalu saya mencoba menghidupkan Spotify, di sana ternyata ada podcast Single Moms Indonesia yang belum habis saya putar. Setelah selesai episode pertama, lanjut ke episode yang lain. Dan saya memilih topik tentang ‘menikah lagi’. Ehem.. topik berat ini, seberat ngantuk saya malam itu. Daripada ketiduran di dapur, malah tambah tidak lucu. Ya sudah, sambilan-sambilan saja.

Dari podcast itu, saya mikir... Lebih cocoknya, saya mengajak diri saya bercakap-cakap soal ini. Isi kepala otak saya mulai riuh. Mendadak rame bener. Seperti diserang ibu-ibu komplek “nah tuh, nah kan...”

Aduh, udeh, udeeeehhh.... bubar!

Ide kalau nongol suka bikin repot, jadi harus segera disalin.
Akhirnya, saya bisa menyimpulkan, eh, menganalogikan tentang jodoh-jodoh ini kurang lebih seperti ini:


Memilih jodoh ibarat memilih skincare

Kalian pastinya pakai skincare, kan? Merk apa saja, gak mesti yang mahal dan famous kan, ya?! Ya, sama. Saya juga.

Ngomong-ngomong soal skincare, dulu saya pernah salah pakai. Pengen putih, cantik, glowing, dengan cara yang instant. Enggak riset dulu. Padahal nih, penting banget saat memulai skincare-an, harus tahu dulu tipe kulit kamu itu seperti apa, sehingga bisa kamu cari-cari merk skincare dengan ingredients yang cocok sama jenis kulit kamu. Jadi saat melakukan riset, kita bukan hanya memikirkan hasil yang putih, cantik, glowing, tapi juga cocok dan sehat di kulit atau tidak. Bawa dampak buruk atau tidak. Konon lagi kalau kondisinya sedang hamil ataupun menyusui, sudah pasti harus yang benar-benar aman, kan?

Tipe kulit saya ini, kulit kering. Keseringan main di luar ruangan dulunya saat masih remaja tanggung. Dan memang belum mampu dan belum kepikiran untuk merawat kulit. Katanya kalau tipe kulit kering, jadi gampang tergores, apalagi kalau digigit nyamuk katanya gampang berbekas, terus bekasnya tidak bisa hilang begitu saja, kecuali milih perawatan khusus. Cuma kan ceritanya saya gak ngeh nih, gak riset, jadi ngasal aja. Jangankan kulit wajah, kulit bagian tubuh lainnya juga gitu. Kering.


Lalu, apa yang terjadi setelah saya salah pilih skincare dan tidak riset dulu?

Yang terjadi malah kacau, mengrogroti dari dalam. Skin barier-nya rusak, kulit makin kusam, berkelupas, sedikit kena sinar matahari sudah mulai kemerahan bahkan malah tampak kumal, butek. Ditambah lagi bruntusan, komedo, ada pula muncul bentol-bentol air seperti biang keringat, yang kalau sudah mengering tuh, jidat rasanya tebel banget. Gak nyaman deh pokoknya! 


Selama berapa tahun begitu?

4,5 tahun!!

Finally, karena pengalaman yang tidak enak karena ‘salah pilih’ skincare tadi, akhirnya saya memutuskan berhenti. Karena makin tidak cocok, jadi makin beracun. Daripada semakin parah, lebih baik ya.. Sudah saja. Lalu saya mencoba untuk tidak mencoba skincare apapun selama hampir dua tahun. Detox gitu istilahnya, hehe... Enggak skincare-an lagi bukan berarti belum move on dari skincare sebelumnya, ya! Tapi mencoba untuk 'healing' dulu kulitnya.


Kurang lebih selama detox itu, saya coba membaca banyak referensi dan ilmu tentang ‘per-skincare-an’. Saya baru sadar bahwa meriset itu penting banget! Riset bahan kandungannya, tipe kulit saya, skincare seperti apa yang dibutuhkan kulit saya, juga harga yang sesuai dengan budget saya. Kembali disadarkan untuk ‘menegok’ ke dalam diri sendiri. Merenungi kesalahan dari masa lalu. Yang jelas, setiap kejadian yang tidak enak yang kita alami, kurang lebih ada kontribusi kita didalamnya yaitu: ENGGAK RISET.

Jadi belum tentu skincare-nya yang tidak bagus, tapi sama kulit kita yang tidak cocok. Bisa jadi skincare yang tidak cocok di kita, malah justru cocok banget di orang lain.
Ya, gak?


Setelah genap dua tahun saya berhenti dari skincare lama dan detox kulit, akhirnya saya mencoba untuk memberanikan diri memilih skincare lagi. Kali ini, bener-bener riset yang paling utama. 

Tahap pertama, saya mengumpulkan apa-apa yang saya butuhkan dengan kondisi skin barier yang lagi saya coba sembuhkan perlahan. 

Tahap kedua, bahan dari skincare itu aman tidak untuk tipe kulit saya yang kering, kalau bisa dapat bonus cerah dan aman dipakai untuk usia 25+ dan yang aman juga untuk ibu hamil dan menyusui (kalau suatu saat Qadarullah dikasih amanah lagi, misal), dan harganya cocok gak untuk kondisi dompet saya yang juga sering kering 🤣

 

Tahap ketiga, jangan langsung check out! teliti lagi. Ada kandungan animals nya, tidak? kalau ada, jangan! Stop!

Tahap keempat, jangan abaikan red flag. Misalkan dari skincare-nya ternyata premium yang muahal, musti rogoh kantong lebih dalam lagi, eh tau-tau ternyata produk palsu! 

 

Semua yang ada di diri kamu, what you need, what you want, kembalilah melihat ke dalam diri sendiri terlebih dahulu. Begitu juga ketika berhadapan dengan rasa ‘ingin menikah lagi’. Jangan gegabah, jangan buru-buru, jangan didesak dan juga JANGAN DENIAL. Jangan karena omongan orang, lalu kamu risih dan mencari jalan pintas yang cepat agar sekedar aman dari omongan orang, atau buat tunjukkan ke mantan kalau kamu sudah menikah,

IT’S A BIG NO. 

Jangan ya, bestie. eh, jangan ya, Yolanda! (kan ini tulisannya dari kepala sendiri untuk diri sendiri)


Pahami apa yang kamu butuhkan dalam relationship.

Pahami purpose kamu untuk the next ‘married life’.

Pahami niat kamu untuk melangkah lagi untuk apa dan visi-misinya apa.

Pahami bahwa resiko dan masalah dalam pernikahan itu tetap ada. Jangan berekspektasi pengen bahagia, tapi lupa resiko yang akan ada. 

Kayak skincare, kalau mau efeknya bagus, ya musti sabar. Kadang kala juga efeknya lama, bisa sebulan atau bahkan setahun. Detox-nya jangan dirusak lagi dengan ekspektasi pengen se-glowing orang Korea lalu beralih ke produk yang tidak cocok (lagi) buat kulit kamu. Paham kan, ya, maksudnya?!


Kurang lebih begitulah analogi soal jodoh versi Yolanda. Boleh sepakat, boleh tidak. Toh dalam hidup, kita gak harus ikut standar orang lain, kan. Jadi bebas menganalogikan soal jodoh--terkait 'ingin menikah lagi’, karena di sini ceritanya tentang single mom---itu seperti apa. Dan jangan terkecoh dengan rasa sepi, kesepian, pengen dibelai, dimanja.

Jangan ya, Bund..

Kalau bisa sih, jangan. Kita masih bisa berdiri kok, di kaki sendiri. Bukan berarti apatis ya.. Tapi di sini kita harus tahu dulu prioritas utama ketika sudah berada pada fase kehidupan sebagai single parent. Yang pasti ya diri sendiri dan anak-anak ya, Bund. Apapun latar belakang menjadi single-nya, coba healing dulu, detox dulu. Caranya tidak harus sama seperti orang lain, terserah mau cara yang seperti apa, asalkan tidak mendzalimi diri sendiri.

Healing dari emosi negatif, dari buruk sangka, dari amarah dan dendam. Bawa diri kita dekat kembali dengan Tuhan, yang barangkali sebelumnya mulai menjauh dariNya. Banyak hal-hal positif lain yang damage nya bikin kita damai tentram. Saya pribadi nyaman banget dengan gardening sampai sekarang. Bukan berarti sekarang sudah healing 100% hehe.. itu hanya salah satu ikhtiar untuk ‘sembuh’. PR saya masih banyak. Intinya ya.. masih terus berproses dari hari ke hari. Bismillah.


Sampai di sini, Yolanda kembali menengok ke adonan Kue Telur Gabus yang sudah mulai habis digoreng. Alhamdulillah.. Podcast Single Moms Indonesia pun selesai, lanjut ke episode yang lain, jika ada kesempatan, saya tulis lagi.


Be wise

Be mindful

Be 'YOU'




-- Yolanda --

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Anakku #2

Surat Untuk Anakku #1

Second Married is Not Simple