Nostalgia

 

    Belakangan ini, aku begitu rajin melihat notifikasi Facebook Memories. Tidak seperti sebelumnya yang begitu tak peduli bahkan untuk log in ke platform tersebut. Napak tilas beberapa postingan di tahun-tahun sebelumnya yang pernah ku-unggah; status alay, foto semasa kuliah di Medan, beberapa jepretan random, hingga foto-foto saat anak-anak masih kecil. Membukanya kembali di tahun sekarang ini, tentu sangat terasa betapa cepatnya waktu berlalu. Tersadar ternyata usiaku sudah dipenghujung 20an. Anak-anak sudah tidak lagi dibedong dan pakai sarung tangan.

Duniaku berubah, tidak lagi di kampus bersama teman-teman; tidak ada lagi kue Natal yang disuguhkan, Kue Bulan khas Imlek, Rendang Padang dan Sambal Ijo, makanan khas daerah lainnya dari teman-teman di circle ku dulu. Tidak ada lagi nongkrong di kantin paling murah di Fakultas Ilmu Budaya, tidak ada lagi obrolan tentang Laoshi yang lagi patah hati karena putus cinta, Hanzi dengan guratan tersulit bahkan untuk teman-teman Chinese kami sendiri, menertawakan nilai jelek masing-masing. Hal-hal yang menjadi kebiasaanku selama 3,5 tahun di kota itu, semuanya kembali kulihat dan kukenang di Facebook Memories.

            Disetiap postingan yang muncul, mulailah terlintas cerita dibalik terbitnya tiap postingan-postingan itu. Misalnya, perihal sebab musabab keranjang sepeda unguku rusak, adanya tali raffia di bangku belakang sepeda, juga sebab mengapa rokku selalu robek di sisi samping—kadang robek di sisi kanan, kadang di sisi kiri—yang membuatku tertawa sendiri jika mengingatnya. Di postingan lainnya, masih sinkron dengan situasi pada postingan sebelumnya, hingga aku merasa, “aku dulu cukup alay, ya. Apa-apa ditulis, apa-apa diposting. Jadi seperti oversharing”.

Tapi memang begitu adanya siklus hidup, usia masih muda, semangat masih membara, emosi belum stabil, masih banyak obsesi yang ingin dicapai, bersaing-saingan, insecure-nya juga dominan. Bilangnya gak perlu harus cantik, tapi terkadang lihat orang lebih cantik malah minder. Lihat orang bisa menikah muda, inginnya juga begitu (ya, akhirnya memang kesampaian niat ini, walaupun juga akhirnya bubar. Hehe..). Dan cerita-cerita lain, yang menjadi jejak perjalananku hingga sampailah pada masa sekarang ini di usia 29 tahun 9 bulan, ibu tunggal beranak dua.

            Di postingan lainnya, ternyata aku terlalu banyak bereaksi tentang yang bukan urusanku. Semua yang diluar kendaliku, aku urusi. Sedangkan yang menjadi kewajiban untuk aku kendalikan, malah aku abaikan. Betapa dulu itu memang belum banyak belajar, masih proses menuju matang secara mental dan emosi. Mungkin memang inilah hikmah mengapa perlu Tuhan beri senggolan, supaya bisa berbenah pelan-pelan, mencari kebenaran yang tersembunyi, mengulik jawaban dari dalam diri sendiri, agar tidak bermudah-mudah menormalisasikan hal-hal yang minus attitude.

Untuk postingan Facebook Memories yang seperti ini, cepat-cepat aku hapus. Jejaknya begitu jelek untuk dikenang, apalagi jika notifikasi ini muncul kembali di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya.

Oh, tidak!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Anakku #2

Surat Untuk Anakku #1

Second Married is Not Simple